Kabar17.id, Jakarta – HANDEP nama yang dipinjam dari bahasa Dayak. Dialek Ngaju yang secara keseluruhan bermakna semangat gotong royong dan gotong royong sebagai keluarga atau masyarakat.
Didirikan pada tahun 2019, HANDEP adalah wirausaha sosial dan merek berkelanjutan terkemuka di Indonesia yang bekerja dengan pengrajin asli dan petani kecil untuk menciptakan alternatif ekonomi desa berkelanjutan melalui kerajinan premium berkelanjutan dan komoditas desa lainnya.
Handep produk rotan sustainable dan ethical hasil karya perempuan artisan Dayak dari Kalimantan Tengah, memperkenalkan koleksi terbarunya melalui Kalea Charity Bazaar 2023 yang diselenggarakan oleh Ai Syarief, Fashion Designer & President Of Lions Club Jakarta Centennial Monas Kalea.
Co Founder HANDEP Aini Abdul mengatakan ingin melakukan sesuatu untuk komunitas di kalimantan tengah, sebenarnya digawangi oleh banyak teman-teman anak muda dari Kalimantan Tengah.
“Jadi kita melihat bahwa komunitas kita yang ada di Kalimantan tengah, sekarang banyak mengalami tantangan di dalam kehidupannya, khususnya ketika masyarakat adat yang memiliki budaya yang dekat dengan hutan,” ujar Aini dalam acara Bazzar di The Simprug Garden 2 Blok E No.12 Jakarta Selatan pada Minggu, 10 Desember 2023.
Hutan sudah makin terbatas keberadaan masyarakat. “Nah, tantangan seperti itu muncul dan kita merasa bahwa sebagai anak muda, yang bisa kita lakukan bersama untuk bisa membangkitkan lagi perekonomian, yang ada di Kalimantan tengah khususnya untuk masyarakat adat daerah yang hidupnya dekat dengan hutan,” kata Aini.
“Ternyata setelah kita lihat-lihat lagi tidak perlu jauh-jauh. Jawabannya rotan dan memang rotan ini khususnya, rotan yang kita buat untuk produk-produk kita itu keberadaannya sebagai sumber daya hutan non kayu masih banyak dan cukup banyak yang ada di Kalimantan tengah,” ucap dia.
Aini menjelaskan awalnya datang ke teman-teman yang ada di desa-desa dengan melihat hasil produk mereka dan setiap produk handep memang keberadaannya terinspirasi dari apa yang sudah ada di masyarakat, membawa kreativitas anak muda juga kontemporer, supaya produk kita bisa lebih relevan dengan keadaan.
Hardworker masih ada di Kalimantan, karena semua pengrajin hampir 100% perempuan tinggal di Kalimantan tengah, Semua bahan rotan yang dianyam didapatkan dari Kalimantan Tengah. Hanya saja dalam pengembangan bisnis melihat bahwa bali, satu tempat yang potensial untuk bisa memasarkan produk-produk lebih jauh.
“Kenapa handep bisa dibilang premium karena harganya tidak murah dan karena prosesnya itu ada ceritanya di balik sebuah tas, sebuah karya ini. Jadi ya kita harus apresiasi,” kata Ai Syarief di lokasi yang sama.
Aini menilai dan berfikir bagaimana sebenarnya kerajinan tangan masyarakat dayak ini, “craftsmanship sangat tinggi, Enggak kalah jauh dengan craftsmanship yang ada di Jepang misalnya, bisa menaikan nilainya,” ucapnya.
“Karena selama ini kalau orang berbicara tentang rotan souvenir-souvenir rotan yang ada di pasaran semuanya harganya cukup murah, sangat mudah direplika dan jadinya untuk artisan kita yang ada di lapangan itu harganya murah banget, padahal kita tahu sendiri bahwa dalam memproses satu buah bisa memakan waktu hingga 2 bulan,” ujar dia.
Masyarakat yang menganyam akan mendapatkan gelar sebagai Putri Dare (anak perempuan) dan Ratu Dare (sebagai ibu). “Nah ini kemarin kita memberanikan diri untuk mencoba ikut di design award di tahun ini alhamdulillah puji tuhan, tas bermuda ini (marinang) kompetensi ratu dare masuk sebagai produk unggulan di jepang,” kata Aini.
Pada tas yang dimenangkan menggunakan dua bahan, rotan dan tense bahan sultra yang diambil dari salah satu penghasil sultra di Indonesia, menghasilkan sutra tanpa membunuh ulat sultranya.
Perkembangan warna, “kita permah menciptakan warna merah, tetapi masih belum lengket dibahannya, kita perlu memiliki background sains, warna yang natural, semoga berikutnya bisa memberikan warna lain,” ucapnya.
(Ndr)